Masjid Mahligai Minang Sumatera Barat

Masjid Mahligai Minang Sumatera Barat


Kini Sumatera Barat memiliki masjid raya besar dan megah dengan arsitektur unik serta dirancang untuk ramah gempa.

Meski belum rampung sepenuhnya, masjid yang dinamakan Masjid Raya Sumatera Barat ini telah menjadi destinasi religi di ibukota Sumbar,

Masjid Raya Sumatera Barat atau dikenal juga dengan sebutan Masjid Mahligai Minang ini berada di lokasi stategis di pusat kota Padang. Tepatnya, di persimpangan antara Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan KH Ahmad Dahlan, Kecamatan Padang Utara.

Peletakan batu pertama masjid ini dilakukan pada 21 Desember 2007. Kemudian mulai dibangun pada tahun 2008 sampai sekarang ini.

Mulai pertama kalinya Masjid ini digunakan untuk ibadah adalah pada 7 Februari 2014. Awal Ramadan 1436 H ini Masjid Raya Sumatera Barat telah dipercantik dengan pagar dan papan nama.

Masjid Cantik yang diarsiteki oleh Rizal Muslimin ini memiliki bangunan utama yang terdiri dari tiga lantai. Luas area bangunan sekitar 40.343 meter persegi dan mampu menampung sekitar 20.000 jamaah.

Masjid ini dirancang mampu menahan gempa hingga 10 SR sekaligus bisa dijadikan shelter lokasi evakuasi bila terjadi tsunami.

Lantai dasar masjid dapat menampung 15.000 jemaah, lantai kedua dan ketiga sekitar 5.000 jamaah.
Untuk saat ini pada lantai pertama masjid terdapat ruang salat, toilet, wudhu, juga areal parkir.

Baca |  Manongkang, Panen Padi Tradisional Minangkabau
Lantai kedua yang merupakan ruang utama dalam masjid ini digunakan sebagai tempat sholat. Lantai ketiga yang berbentuk letter U belum dapat digunakan untuk beribadah sebab belum dikeramik masih proses pembangunan.

Ruang utama memiliki interior yang menarik dan unik. Pada tahun 2015 ini interior di dalam masjid baru dipasang, bagian mihrabnya dibuat menyerupai bentuk batu Hajar Aswad dengan atapnya terdapat ukiran nama-nama Asmahul Husna yang berwarna emas dengan latar putih.

Karpet permadani yang digunakan untuk sajadah ini merupakan hadiah kiriman dari pemerintah Turki.
Uniknya, masjid ini tidak memiliki kubah melainkan beratap khas rumah Minangkabau.

Masyarakat Sumatera Barat terkenal dengan pepatah Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, yang artinya adat bersendikan kepada agama, dan agama bersendikan kitabullah (Al-Quran).

Atap masjid ini juga menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan empat kabilah suku Quraisy saat berselisih pendapat mengenai pemindahan batu Hajar Aswad di Mekkah. Bila diperhatikan, keempat sudut dari atap masjid ini berbentuk gonjong yang seperti yang terdapat pada rumah adat Minangkabau.

Kemudian, dinding masjid berbentuk ukiran tempat Al-Quran dengan empat sudut yang mengandung arti dalam budaya Minangkabau sebagai tau di nan ampek. Tersirat juga makna adat nan ampek, yaitu adat nan subana adat, adat nan diadatkan, adat nan taradat dan adat istiadat.